Saturday, December 29, 2018

Perjalanan Menulis Artikel 2017-2018


Awal 2017, saya bimbang apakah harus menulis novel (lagi) atau berhenti dulu. Sebelum 2017, saya cukup produktif menulis novel, setahun kadang bisa jadi dua. Namun, tiap kali menulis novel saya harus meyakinkan diri sendiri di awal, bahwa novel itu haruslah selesai. Dan itu tak mudah. Menulis beratus-ratus halaman cerita sering kali menariknya cuma di awal dan di akhir.

Di awal, semua penulis saya kira merasa idenya unik, hebat, “baru”, atau bahkan fantastis. Menjelang bagian tengah, barulah pertanyaan itu muncul, “Apakah yang kutulis ini sesuatu yang benar-benar hebat?” Bila seseorang bisa melanjutkan ceritanya—di tengah deraan ketidakyakinan—barulah ia lega di akhir, sudah berhasil menyelesaikan sebuah cerita yang membutuhkan napas panjang.

Februari 2017, saya agak iseng membuat tulisan “Empat Manfaat Membaca Cerita Detektif”, saya publikasikan berseri di Facebook. Tak dinyana, tulisan itu disukai beberapa teman, dibagi-bagikan, lalu dimuat seorang kawan di sebuah situs web yang berisi berbagai informasi tentang novel dan film detektif (detectivestoryid.wordpress.com/2017/03/08/manfaat-membaca-cerita-detektif/). Dari situ, saya pun merasa, peluang untuk menulis tulisan pendek (opini atau esai) terbuka. Jadi, saya berterima kasih kepada Muhammad Fadli, teman dan pencinta kisah-kisah detektif, pengelola situs web itu, yang menyadarkan saya bahwa saya perlu mencoba (lagi) menulis artikel.

Akhir Februari 2017, waktu hendak menulis lebih banyak artikel, saya menetapkan suatu target: opini saya harus menembus harian Kompas di rubrik opini halaman 6 atau 7. Sebelumnya (tahun 2009 dan 2012), tulisan saya pernah dimuat Kompas, tapi bukan di rubrik opini. Beberapa orang menganggap target itu terlalu muluk karena persaingannya ketat, atau malah lucu karena Kompas tidak perlu (lagi) dianggap sebagai media terbaik.

Namun, bagi saya, target menulis bisa disamakan dengan tujuan wisata: Yang satu menganggap Tiongkok lebih bagus, lainnya menyukai Prancis. Begitu juga dengan media—silakan anggap tujuan atau target pribadi sebagai sesuatu yang layak diperjuangkan.  Mau menulis di media cetak, online, weblog sendiri, atau catatan harian pun sumonggo. Alhasil, sepanjang 2017-2018, tiga opini saya dimuat rubrik opini di Kompas, dan satu artikel lainnya dimuat di Teroka (rubrik esai kebudayaan Kompas).  

Berikut beberapa artikel (esai dan opini) saya, juga cerpen, yang berhasil dimuat di beberapa media sepanjang 2017-2018:

2017:

1. Manfaat Kritik – Radar Surabaya – 26 Maret 2017
2. Film, Anak, dan Keluarga – Analisa – 30 Maret 2017
3. Pembunuhan di SMA Taruna dan Riwayat Dendam Kesumat – Detik – 5 April 2017
4. Pengarang dan Kesendiriannya – Radar Malang – 9 April 2017
5. Pengarang dan Panggung Politik – Radar Surabaya – 9 April 2017
6. Kepergian Rima (cerpen) – Media Indonesia – 16 April 2017
7. Pahlawan Bersertifikat dan Lagu di Dalam Bis – Detik – 2 Mei 2017
8. Menggagas Pendidikan yang Toleran – Lampung Post – 3 Mei 2017
9. Pendidikan, HAM, dan Sanksi bagi Siswa – Analisa – 6 Mei 2017
10. Masihkah Buku Menjadi Alternatif Hiburan? – Detik – 17 Mei 2017
11. Desa Tertinggal, Jalan, dan Pendidikan – Jurnal Ruang – 24 Mei 2017
12. Pri, Nonpri, vs Toleransi – Detik – 29 Mei 2017
13. Belajar Toleransi dari Rumah Sakit – Detik – 8 Juni 2017
14. Sejarah untuk Pembelajaran Nasionalisme dan Keberagaman – Jurnal Ruang – 14 Juni 2017
15. Dokumentasi sebagai Acuan Kritik Sastra – Jurnal Ruang – 26 Juli 2017
16. Kepergian Rima (cerpen) – Hidup – 30 Juli 2017 (Keterangan: Cerpen hampir sama dengan yang nomor 6. Ceritanya, setelah hampir dua bulan cerpen saya kirimkan ke Hidup tidak ada kabar, cerpen ini saya panjangkan, saya kirim ke Media Indonesia, dimuat. Belakangan, bulan Juli, cerpen ini juga dimuat di majalah Hidup.)
17. Keraton Kadariah dan Kawasan Merah – Pana Journal – 5 Agustus 2017
18. Menjadi Guru Inspiratif – Jurnal Ruang – 15 Agustus 2017
19. Biopik yang Datar dan Terlalu Penuh Kebaikan – Litera – 7 September 2017
20. Kerudung untuk Cucuku (cerpen) – Tribun Jabar – 17 September
21. Nostalgia: Jaminan Sukses Film Indonesia? – Analisa – 18 September 2017
22. Mengembalikan Kedudukan Sejarah sebagai Ilmu – Analisa – 4 Oktober 2017
23. Pendidikan Batin – Kompas – 13 November 2017
24. Pendidikan Politik Kebinekaan – Kompas – 24 November 2017
25. Koruptor, Plagiator, dan Pendidikan Karakter – Detik – 24 November 2017
26. Optimalisasi Belajar di Kelas – Analisa – 25 November 2017

2018:

27. Semua akan Belanja Online pada Waktunya – Analisa – 8 Januari 2018
28. Tas dan Kenangan (cerpen) – Hidup – 14 Januari 2018
29. Upaya Mengajarkan Rasa Malu – Beritagar – 14 Januari 2018
30. Kejujuran Siswa dan Pendidikan Karakter – Analisa – 3 Februari 2018
31. Upaya Mencegah Permusuhan – Kompas – 2 Mei 2018  
32. Mencintai Buku dari Keluarga – Beritagar – 5 Mei 2018
33. Napas Terakhir (cerpen) – Hidup – 3 Juni 2018
34. Guru dan Semangat Kepahlawanan – Media Indonesia – 12 November 2018
35. Anak dan Benih-benih Kebencian – Alinea – 19 November 2018
36. Guru dan Panggilan Hidup – Kompas – 24 November 2018
37. Guru dan Rapuhnya Semangat Kebangsaan – Koran Sindo – 24 November 2018
38. Guru dan Pembelajaran Investasi – Kontan – 26 November 2018
39. Guru, Gerakan Literasi, dan Integritas – Beritagar – 27 November 2018      
40. Mendidik yang Terlupakan – Media Indonesia – 3 Desember 2018
41. Hak Asasi Manusia, Bukan Sekadar Retorika – Alinea – 10 Desember 2018

Itulah tulisan-tulisan yang berhasil menembus meja redaksi berbagai media sepanjang 2017-2018. Tidak terlalu banyak, karena saya bukan penulis cepat. Sepanjang 2017-2018, saya paling banyak menulis dua artikel seminggu, kadang cuma satu artikel. Beberapa tulisan itu bisa Anda telusuri jejaknya menggunakan mesin pencari.

Beberapa catatan lain yang saya perlu sampaikan:

1. Pada pertengahan 2018 saya tidak menulis artikel selama beberapa bulan karena menggarap beberapa proyek ghostwriting (menulis untuk pihak lain).

2. Bagi saya, seorang penulis artikel perlu mendapatkan honor yang layak. Sejak pertengahan atau akhir 2017 saya berhenti mengirim tulisan ke media-media yang honornya seret atau perlu ditagih-tagih. Prinsip ini membuat saya beberapa kali dianggap penulis matre, tapi itu tak terlalu jadi soal. Menulis artikel adalah pekerjaan. Tiap artikel yang saya tulis tidak ada yang jadi sekali duduk. Kalaupun selesai, saya endapkan dulu selama beberapa jam, baru kemudian disunting dan disempurnakan lagi sebelum dikirimkan. Pernah ada satu artikel yang saya garap hampir seminggu. Untuk semua itulah saya merasa berhak mendapat honor sesuai yang telah dijanjikan.

3. Saya berterima kasih kepada teman-teman penulis yang kadang berbagi alamat e-mail media atau ide menulis yaitu Arie Saptaji, Slamat Sinambela, Riza Multazam Luthfy, Muazzah Muhammad, Sam Edy Yuswanto, Fajar S. Pramono, Yogyantoro, Marzuki Wardi, Supriadi, juga Anton Suparyanta.

4. Sampai saat ini, saya tidak tahu siapa redaktur atau editor di beberapa media seperti Kompas, Analisa, Koran Sindo, Kontan, atau lainnya yang meloloskan tulisan saya. Namun saya mengenal beberapa redaktur atau editor yang, tentunya, kepada mereka saya wajib mengucapkan terima kasih: Mumu Aloha (Detik), Radhar Panca Dahana (Kompas/Teroka), Tito Dirhantoro (Jurnal Ruang), Wa Ode Wulan Ratna (Jurnal Ruang), Yayan Sopyan (Beritagar), Purnama Ayu Rizky (Alinea), Hermawan Aksan (Tribun Jabar), Damhuri Muhammad (Media Indonesia – sastra/cerpen), dan Victor Yasadhana (Media Indonesia).

5. Terima kasih juga kepada rekan-rekan yang pernah belajar bersama saya untuk menulis artikel di kelas menulis online yang saya selenggarakan yaitu Bondan Satria Nusantara, Nurkholis Taufiq, Wandi Tambunan, Sherly Valent, Nataviana Anwar, Andreas Agus Budjianto, Khaerul Ummah, Erni Riyard, Dharma Mauliate Hutauruk, Mas Fah, Anggoro Utomo, Albertus Goentoer Tjahjadi, Brahmanto Anindito, Yustin Widoretno, Azri Zakkiyah, Fajaruddin Atsnan, dan Hanifatul Hijriati. Walaupun saya yang membuka kelas mengajarnya, bukan berarti atau melulu saya gurunya. Beberapa teman ada yang suka berbagi, memberikan ide-ide menulis artikel.

6. Beberapa tulisan saya di atas memenangi penghargaan. Saya anggap itu sebagai bonus. Pada Agustus 2017 saya  menerima penghargaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) untuk opini yang berjudul “Film, Anak, dan Keluarga” dalam acara Apresiasi Pendidikan Keluarga. Pada 15-16 Agustus 2017 saya diundang menjadi pemakalah panel di Seminar Nasional Kritik Sastra yang dihelat Dewan Kesenian Jakarta bersama Kemdikbud karena tulisan saya yang berjudul “Dokumentasi sebagai Acuan Kritik Sastra” dinilai cukup baik untuk dipresentasikan. Pada Mei 2018, tulisan saya yang berjudul “Menggagas Pendidikan yang Toleran” masuk sebagai lima tulisan terbaik dalam Lomba Artikel dan Karya Jurnalistik Kemdikbud. Pada Oktober 2018, tulisan saya yang berjudul “Membangkitkan Antusiasme Belajar di Keluarga” (tidak ada dalam daftar di atas, dimuat di weblog) masuk dalam nominasi pemenang di kegiatan Apresiasi Pendidikan Keluarga yang dihelat Kemdikbud.

7. Bagi pembaca yang tertarik juga untuk menulis artikel, saya terbuka untuk belajar bersama. Pertanyaan tentang cara mengirim tulisan, alamat e-mail redaksi, dan hal-hal lainnya bisa dikirimkan ke sidiknugroho@yahoo.com.

8. 2019 adalah tahun yang masih menjadi misteri: apakah saya akan kembali menulis artikel-artikel seperti ini, mendapat proyek ghostwriting lainnya, atau kembali menulis novel kriminal-misteri. Yang jelas, tahun pasti berganti, dan saya masih belum memiliki resolusi. J

Selamat menyongsong Tahun Baru!

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.