Sunday, October 6, 2013

Dari Panti Asuhan yang Terbakar

Proses kreatif penulisan serial Kisah-kisah Si Tuan Malam

Saya menulis cerita Si Tuan Malam gara-gara melihat panti asuhan yang terbakar. Kejadian ini saya alami pada tahun 2007, saat saya kembali ke Singkawang, setelah hampir sepuluh tahun tidak ke sana.

Selama tinggal di Singkawang, waktu SMP, saya beribadah tiap Minggu di sebuah gereja kecil. Gereja itu belum memiliki gedung sendiri, masih menumpang di sebuah aula panti asuhan. Hampir tiap Minggu saya dan kawan-kawan seusia tampil mempersembahkan paduan suara di gereja -- saya sering kebagian bermain gitar.

Seringkali, setelah ibadah selesai, saya bertemu dengan anak-anak panti asuhan. Mereka rata-rata berasal dari pedalaman Kalbar, kurang bisa akrab dengan saya dan teman-teman saya di gereja. Namun, beberapa kali saya membayangkan nasib mereka yang jauh dari orangtua mereka. Saat itu saya berpikir, mungkin perlu usaha lebih keras untuk menjalani kehidupan seperti mereka.

Tamat SMP, tahun 1995, saya pindah ke Semarang. Pada tahun 1996 dan 1997 saya sempat kembali ke Singkawang beberapa kali. Kemudian saya kuliah di Malang, lalu bekerja di Sidoarjo.

Pada tahun 2007, Kota Singkawang sudah banyak berubah. Salah satu perubahan yang membuat saya terpana adalah panti asuhan yang terletak di Jalan Diponegoro, di belakang Hotel Mahkota, yang aulanya menjadi tempat beribadah saya dulu. Panti asuhan itu terbakar! Masih ada beberapa dinding yang berdiri, tapi secara keseluruhan kondisi bangunannya sudah amburadul.

Di depan panti asuhan itulah saya kemudian merenung, membayangkan masa-masa SMP dulu. Saya mampir ke sebuah warung, kemudian menyusun cerita berjudul "Pencarian Kolam Mukjizat" di mana bab pertamanya saya beri judul 'Rumah-rumah yang Terbakar'. Saya pun membayangkan sebuah rumah asuh yang saya beri nama Rumah Damai dalam cerita yang saya tulis.

Sementara itu, nama tokoh Si Tuan Malam lahir karena saya suka begadang sejak kuliah. Saya suka menulis pada malam hari karena suasana malam yang lebih tenang. Pada malam hari, saya lebih leluasa menjadi "tuan" bagi imajinasi yang mengalir dalam pikiran saya.

***

Penulisan cerita "Pencarian Kolam Mukjizat" sempat tersendat-sendat karena beberapa hal. Tahun 2009 cerita itu akhirnya selesai. Satu-satunya hal yang membuat saya yakin bahwa saya harus menyelesaikan cerita itu adalah kesaksian ilustrator saya, Angelia Lionardi.

Angelia Lionardi, ilustrator untuk buku "Pencarian Kolam Mukjizat" cetakan pertama, menyatakan kepada saya bahwa adiknya, yang saat itu masih SD, sangat suka dengan cerita Si Tuan Malam itu. Saya biasanya menyerahkan beberapa bab yang sudah selesai kepada Angelia untuk dibuatkan ilustrasi. Bab-bab itulah yang dibaca adiknya, dan adiknya selalu menunggu-nunggu bab-bab selanjutnya. Dari antusiasme adiknya itu juga saya mendapat ide untuk menulis cerita itu secara berseri.

Setelah naskah dan ilustrasi selesai semua, "Pencarian Kolam Mukjizat" saya ajukan ke sebuah penerbit. Namun, penerbit itu tak bersedia menerbitkannya. Teman saya satu kos memberi saran: terbitkan sendiri saja. Usul itu saya pandang baik. Setelah modal untuk mencetak buku terkumpul, saya pun mencetaknya dengan bantuan Yosua Agustinus Sirait yang menjadi desainer grafis dan layouter.

Sungguh tak terduga, novel "Pencarian Kolam Mukjizat" itu disukai murid-murid yang saya ajar di SD Pembangunan Jaya 2. Ada juga beberapa teman lain yang memesan, namun murid-murid saya memiliki kesan yang tak terduga terhadap cerita yang saya tulis. Ada seorang murid saya bernama Andika Constantine yang sampai memeragakan-membayangkan cara tokoh-tokoh di dalam novel itu berkelahi dengan serigala. Jessica Irawan, murid saya yang lainnya, menyelesaikan pembacaan novel itu dalam sehari; dan dia selalu menanyakan kapan novel kedua Si Tuan Malam saya tulis.

***




Begitulah sekilas proses lahirnya Kisah-kisah Si Tuan Malam. Sudah dua cerita berhasil saya tulis. Di novel pertama (cetak ulang) dan novel kedua, saya menggunakan ilustrator lain untuk menggarap ilustrasi, yakni Zul M.S. Penggantian ilustrator saya lakukan untuk memudahkan pengerjaan karena Zul M.S. tinggal sekota dengan saya di Pontianak.

Tak lama lagi saya akan menulis novel ketiga Si Tuan Malam. Saya berencana, akan ada empat novel Si Tuan Malam yang (akan) saya tulis. (*)

Pontianak, 26-27 Agustus 2013

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.