"Raiksa,
kita tidak pernah tahu apakah kita akan sampai di Kota Sampir atau
tidak. Arwah-arwah yang berwajah mengerikan ada di berbagai penjuru
Perbukitan Hijau. Kapan saja mereka bisa menangkap, bahkan membunuh
kita. Namun, tidak ada yang jadi penghalang dari tekad yang kuat,
Raiksa. Tekad yang kuat selalu berhasil mengalahkan ketakutan, sebesar
apa pun ketakutan itu," kata Penggali Kubur.
Langit
begitu gelap malam ini. Ranting-ranting dan dedaunan pohon-pohon di
hadapan Raiksa bergoyang-goyang tertiup angin. Hawa malam di Perbukitan
Hijau menggigilkan badan Raiksa, menggentarkan hatinya. Perbukitan ini
begitu luas, perlu waktu berhari-hari melewatinya.
Namun,
begitu ia mengingat adiknya yang tidak berdaya, ia mendesahkan napas
panjang. "Kita akan terus melangkah, Pak," katanya sambil menggenggam
erat-erat tombak yang dibawanya. Raiksa meneguhkan hatinya menerobos
Perbukitan Hijau, menuju Kota Sampir, mencari obat untuk adiknya yang
sedang nyaris menjemput maut.
(Kutipan novel "Kisah-kisah Si Tuan Malam: Pendekar Gitar dan Penggali Kubur" -- segera terbit!)
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.